Logat Khas Pati

Sekelumit Kamus Lagak-Logat Khas Pati

Daerah Pati memang terletak di Provinsi Jawa Tengah. Namun, secara bahasa, logatnya lebih dekat dengan Jawa Timur. Meskipun sama-sama Pantura, logat Pati jauh nian dengan Tegal dan sekitarnya. Bahasa Jawa memang kaya. Dan tak ada salahnya kita saling mengenal keunikan masing-masing daerah.

Berikut adalah beberapa istilah dan lagak bahasa khas Pati, yang belum tentu dijumpai di daerah lain. Sama halnya, keunikan bahasa daerah lain, yang tak dijumpai di Pati. Saya sendiri sadar, tulisan ini tak akan bisa menuangkan kekayaan bahasa secara lengkap dan rinci. Keterangan arti yang coba saya tulis belum tentu bisa menjelaskan arti kontekstual yang pas. Karena, seringkali definisi sebuah kata yah kata itu sediri. Susah untuk menjelaskannya dengan kata yang lain.

a; kira-kira sejajar dengan dong atau kan. Kata seru ini digunakan untuk menegaskan maksud kita. Di daerah Solo-Yogya, kita mengenalnya dengan seruan no (mis. Iyo, no). Sedangkan di daerah Jepara atau Semarang, ada seruan tah. Atau dalam konteks tertetu, orang Jawa umumnya menggunakan kaa seru to.

Contoh penggunaan: Aku mau ngerti kowe njajan. He’e, a? (Aku tadi melihat kamu jajan. Iya kan?)

“He’e a” ini seruan khas Pati. Umunya orang Jawa menyebutkan “Iya to”.


angas, wani; berani hanya jika tidak ada orangnya, atau berani di bibir saja.

Contoh penggunaan: Ditantang Si Bodong ra wani. Nanging nek ra ana wonge ngaku wani. Dasar wani-wani angas. (Ditantang Si Bodong kok tidak berani. Tapi kalau tidak ada orangnya mengaku berani. Dasar wani-wani angas)

bejijat; banyak polah kurang hati-hati.

Contoh penggunaan: Dadi wong ra sah bejijat. (Jadi orang tidak usah banyak polah)

dianto’i; hmmm, kira-kira sama dengan jancuk Jawa Timuran.

go; sejajar dengan dong. Biasanya digunakan dalam kalimat seru. Di Solo-Yogya ada istilah no.

Contoh penggunaan: Wong kok kesuwen. Gage, go! (Orang kok lambat. Lekas dong!); Mbok sabar, ngko sik, go! (Mbok sabar, nanti dulu dong!)

Nah, gage ini juga khas Pati. Biasanya orang menyebutnya lekas, cepet.

gonggos; rakus. Kebanyakan orang Jawa menyebutnya gragas.

jangkar; memanggil orang yang lebih tua, langsung pada namanya. Tindakan ini menimbulkan kesan kasar dan tak sopan. Hal ini supaya membiasakan orang yang lebih muda untuk menghormati orang yang lebih tua dengan memanggil Mas, Mbak, Ibu, Bapak, atau Mbah, dll. Orang Jawa lainnya menyebutnya jantur.

Contoh penggunaan: Simak dialog antara kakek dan cucu berikut ini.

Kakek : Le, tukokno rokok, Le. (Nak, belikan rokok, Nak)

Cucu : Iyo Jan, Paijan. (Iya Jan, Paijan)

Kakek : Eee… karo mbahe kok jangkar. (Eh, sama kakeknya kok jangkar)

jantok; meminta tanpa malu-malu, dengan terang-terangan.

Contoh penggunaan: Simak dialog singkat dua anak kecil ini.

A: Eh, aku jaluk jajanmu, a! (He, aku minta jajanmu dong)

B: Bocah kok isane jantok. Tuku dhewe, a! (Anak kok bisanya jantok. Beli sendiri dong)

kakekane; hmmm, sejenis umpatan juga. Daerah lainnya, terutama Jawa Timur maupun Pantura juga menggunakannya.

klowor; diartikan konyol, tapi kurang tepat juga. Silakan simak aksi duet Ng Man Tat dan Stephen Chow. Itulah klowor. Kocak karena agak bodoh dan konyol.

leh; sejajar dengan sih. Biasanya digunakan dalam kalimat tanya.

Contoh penggunaan: Piye, leh? (Bagaimana sih?)

ogak; tidak. Kata ini juga bisa ditemui di daerah Jawa Timuran. Kebanyakan orang Jawa menyebutnya ora.

pia-pia; sejenis gorengan. Orang Yogya menyebutnya bakwan. Ada yang bilang heci atau othe-othe. Namun, bagi orang Pati, bakwan adalah gorengan yang ada potongan biji jagungnya.

pupoh; hajar.

Contoh penggunaan: Ngebut pupoh. (Kalau ngebut di jalan ini, akan dihajar warga)

solu; tindakan menjilat.

Contoh penggunaan: Oalah, wong kok isane nyolu. (Walah, jadi orang kok bisanya menjilat)

ugung; belum. Kebanyakan orang Jawa menyebutnya durung.

Ada lagi pengucapan yang khas, setiap kata yang berakhiran –ih, akan diucapkan dengan akhiran –eh. Misalnya pilih diucapkan pileh. Putih-puteh. Getih-geteh. Sisih-siseh. Dll.

Sedangkan kata yang berakhiran –uh akan diucapkan dengan akhiran –oh. Misalnya duduh, diucapkan dudoh. Misuh-misoh. Musuh-musoh. Rusuh-rusoh. Tempuh-tempoh. Dll.

Ada lagi yang khas Pati. Jika kita membuat kalimat peritah, seringkali menggunakan partikel –ke. Misalnya: tukokke (belikan), lebokke (masukkan), dll. Biasanya, orang Pati menggunakan partikel –no. Mungkin daerah lain juga menggunakan kebiasaan ini. Misalnya: tukokno, lebokno.

Untuk menyatakan kata ganti milik orang kedua, biasanya orang menggunakan kata –mu. Misalnya: mbahmu (kakekmu), matamu, pitmu (sepedamu), dll. Namun, orang Pati terbiasa dengan –em (jika huruf akhirnya vokal, menjadi –nem). Misalnya: mbahem, matanem, pitem, dll.


Berikut adalah beberapa istilah yang bisa kita dijumpai (mungkin) hanya di Pati.

atis (kata sifat); dingin. Banyak daerah Jawa menyebutnya adem, sedangkan atis untuk menyebut sangat dingin. Bagi orang Pati, adem berada di antara anget dan atis. Jadi adem berarti tidak panas juga tidak dingin.
clutak (kata sifat); nakal. Banyak daerah Jawa juga menggunakanya.
congklang (kata sifat); celana yang panjangnya di atas mata kaki, pertanda sudah kekecilan atau tidak muat. Banyak daerah menyebutnya cingkrang.
jojoh (kata kerja); kata kasar untuk menyebut perbuatan memasukkan makanan ke dalam mulut.
jotong ndelik (kata benda); permainan anak-anak tradisional petak umpet. ada beberapa istilah dalam gim yang sudah jarang dilakukan oleh anak-anak ini (maklum, sudah digusur oleh playstation dan permainan modern individualistik lainnya):
- cikup; orang yang bergiliran mencari teman-teman yang bersembunyi menutup wajahnya, tidak melihat, menunggu yang lainnya tuntas mencari tempat persembunyian yang pas.
- jetul; orang yang bersembunyi berhasil menempati pos cikup tadi, sebelum orang yang cikup menyebut namanya. Barang siapa yang bersembunyi berhasil teridentifikasi dan dijetuli oleh si cikup, akan kena giliran cikup dan mencari kawan-kawannya pada putaran selanjutnya.
karipan (kata kerja); bangun kesiangan. Umumnya orang Jawa menyebutnya kawanen.
kawis (kata benda); sejenis buah langka yang bisa digunakan untuk membuat setrup. Biasa juga disebut kawista.
lewa-lewo (kata sifat); tidak mau makan, padahal sudah disodori. Umumnya dilakukan oleh anak kecil yang kurang sreg dengan menu yang tersedia.
menyat (kata kerja); bergegas.
mingser (kata kerja); tidur barang sejenak.
ridu (kata kerja); mengganggu. Banyak daerah lain di Jawa juga menggunakan kata ini.
setin (kata benda, kata kerja); gundu. Tempat lainnya menyebutnya neker. Permainan ini juga sudah jarang dipraktekkan oleh anak-anak zaman sekarang.
sibin (kata kerja); mandi tapi tidak sabunan dan hanya sekadar membasahi badan. Biasanya menggunakan air hangat. Umumnya orang yang sedang sakit dan malas mandi basah melakukan sibin.
singkek (kata benda); sebutan bagi orang keturunan Tionghoa.
umbul (kata benda, kata kerja); permainan mengadu gambar kotak kecil-kecil. Sayang, pedagang umbul yang sering mangkal di depan halaman sekolah juga sudah jarang terlihat lantaran permainan ini sudah tak laku. Ada istilah dari permainan ini:
- baton(an): bergabung atau bekerja sama atau bersekutu dengan kawan lainnya supaya jumlah umbul mereka lebih banyak.
- lemir: lembaran umbul yang sudah terlalu lemas dan tipis. Biasanya anak-anak tidak mau menerima pemberian umbul yang terlalu lemir (yang kalah memberikan sejumlah umbul kepada yang menang sesuai besarannya).

ape (kata keterangan); akan, hendak, mau, ingin. Orang Jawa lainnya sering menggunakan ‘arep’.
brawokan (kata sifat); suka teriak-teriak.
cilang-cileng (kata kerja); clingak-clinguk.
cilikan (kata benda); anak kecil.
crangaban (kata sifat); hampir sama dengan gragas, setiap makanan ditelan.
crongohan (kata sifat); hampir sama dengan crangaban. Keduanya berkonotasi kasar.
elek bukek (kata sifat); jelek sekali.
kucingen (kata sifat, kata kerja); pantat sakit karena jatuh terjengkang.
lah opo (kata kerja); ngapain. Biasanya untuk kalimat tanya. Orang Jawa lainnya menggunakan ‘ngapa’.
tang-teng-tang-teng (kata keterangan); lahap makan.
uplik (kata benda); dian atau pelita. Banyak daerah Jawa lainnya menggunakan kata ‘senthir’ atau ‘teplok’.