Pujati (pusat jajan pati)




Menyeruput Sumsum Petis Kambing Runting

Olahan masakan berbahan baku kambing sangat beragam. Olahan yang paling kerap dikenal masyarakat adalah sate, gulai, tongseng, kambing guling, nasi goreng kambing, sop kaki kambing, dan sumsum kambing.
Ada satu makanan tradisonal berbahan olahan kambing yang belum banyak didengar atau dinikmati, yaitu petis kambing atau petis runting. Makanan itu merupakan masakan khas Desa Runting, Kecamatan Pati, Kabupaten Pati.
Desa Runting berada di utara Kota Pati yang berjarak sekitar tujuh kilometer dari pusat kota. Warung petis kambing runting sangat mudah dijumpai karena kebanyakan berada di tepi Jalan Raya Pati-Tayu, tak jauh dari Pasar Runting. Salah satunya Warung Petis Runting ”Sonhaji”.
Sajian petis runting di warung itu cukup sederhana. Seporsi petis runting berisi tulang dan iga kambing yang menyisakan daging dan kadangkala dikombinasikan dengan jeroan atau gajih (lemak) kambing. Tulang-tulang itu berasal dari kambing muda sehingga kerap kali penikmat petis runting dimanjakan dengan gurihnya sumsum di dalam tulang. ”Kalau sumsum itu diseruput, rasanya gurih, segar, dan agak sedikit pedas karena bercampur dengan kuah petis,” kata Rokhim, warga Kota Pati.
Sekilas, sajian petis kambing mirip tengkleng Solo, sedangkan kuahnya mirip gulai bersantan kental. Bedanya kuah petis lebih kental, berwarna coklat gelap, dan ketika diseruput di lidah berasa ada butiran-butiran lunak yang gurih.
Hal itu tidak mengherankan lantaran kuah petis kambing merupakan kombinasi antara bumbu dampur, santan, dan tepung beras. Komposisi kuah itu antara lain gula merah, daun jeruk, bawang merah, bawang putih, cabai merah, kunyit, kemiri, ketumbar, kencur, garam, dan terasi.
Pemilik Warung Makan ”Sonhaji”, Sugiyati (46), mengatakan, proses pembuatan diawali dengan merebus tulang dan iga kambing hingga mendidih dan lunak. Setelah itu, dimasukkan bumbu-bumbu yang sebelumnya telah dihaluskan dahulu dan daun jeruk. ”Tambahkan tepung beras, kecap manis, dan gula merah. Masak dan aduk sampai bumbu meresap,” kata Sugiyati.
Menurut Sugiyati, petis kambing runting merupakan makanan khas Desa Runting yang semula tidak diperdagangkan. Biasanya warga memakan petis kambing tanpa nasi dan sebagai pendamping sate kambing.
”Resepnya dilestarikan secara turun-temurun hingga sekarang ini. Masakan itu muncul lantaran para pendahulu desa merasa eman jika membuang tulang dan iga kambing,” tuturnya.
Nah, penasaran? Silakan saja berkunjung ke Desa Runting untuk menyantap petis kambing yang harganya sangat ramah kantong, Rp 3.000-Rp 5.000 per porsi
 
GETUK RUNTING
Walaupun getuk bukan termasuk jajanan khas pati, namun cukup banyak peminatnya. Di jalan Pati Tayu, kira kira 4 km dari kota Pati, tepatnya Desa Runting, kita akan menemukan warung yang menjual getuk. Usaha pembuatan getuk ini sudah ada sejak tahun 1960 yang lalu. Pelopornya Bpk. Jaeman. Sekarang usahanya diteruskan oleh anaknya, Bpk. Suri. Ia dibantu oleh istri dan kedua anaknya.

Sehari ia bisa menghabiskan sekitar 50 kg singkong matang yang ditumbuk sampai halus. Getuk kemudian disajikan dengan taburan kelapa dan serundeng atau kinca (sirup gula merah). Anda dipersilakan memilih salah satunya. Kudapan ini pun tidak membuat Anda miskin karena per getuk, Anda cukup mengeluarkan Rp 500.

PUTU BUMBUNG


Sepanjang jalan Panglima Sudirman berjajar tukang-tukang putu bumbung. Salah satunya mangkal di depan apotek Eka. Bpk. Sugiman sudah berjualan putu bumbung sejak tahun 1976. Awalnya ia berkeliling kota menjajakan dagangannya. Tetapi setahun kemudian, ia memutuskan mangkal di depan apotek Eka. Apotek ini mengizinkan saya jualan di sini karena kata mereka, kue putu bumbung buatan saya enak, kisahnya.

Putu bumbung Sugiman mulai dijual sejak pukul 17.00 sampai pukul 21.00. Dalam sehari ia bisa menjual sekitar 250 buah kue putu. Untuk itu ia harus menyediakan 6 kilogram beras yang ditumbuk jadi menir (tepung beras yang kasar). Harga sebuah kue putu bumbung cuma Rp 200. Ukurannya cukup mini. Karena Sugiman memakai bambu jenis tali (bagian pucuk). Ukuran bambu berdiameter 3 cm.


SOTO AYAM KEMIRI
 
Salah satu penjual soto ayam kemiri adalah Bpk. Parman. Ia mulai menjual soto sejak tahun 1977 secara berkeliling, tetapi mulai tahun 1995, Parman mulai menetap. Soto ayam ini berasal dari desa Kemiri, sebelah timur Pati. Para pedagang soto ayam lainnya pun kebanyakan dari desa kemiri. Dalam sehari berjualan. Parman bisa meghabiskan sekitar 15 ekor ayam.

Warung soto ini buka dari pukul 16.00 sampai pukul 22.00. Soto buatan Parman memang lezat. Keharumannya pun khas sekali karena masih dimasak dengan kayu bakar. Ini memang ciri khas penjual soto kemiri, katanya. Soto kemiri tidak berbeda dari soto ayam lainnya hanya menggunakan kemiri dan kencur. Rasanya hangat dan gurih.


SATE KELINCI
Ingin makan sate kelinci khas Pati? Singgahlah di Jl. Soedirman,       tepatnya di depan Kantor Kejaksaan. Mas Acil, nama penjualnya yang juga kebetulan pegawai di kantor kejaksaan.

Acil baru memulai usaha sejak 2 tahun yang lalu. Rasa sate yang dijual adalah penggabungan resep sate kelinci dari banyak penjual sate kelinci lainnya. Berkat keahliannya dalam menggabungkan dan menambah rasa, kini sate kelinci yang dijual Acil ini jadi makanan alternatif yang banyak dicari oleh orang orang.

Buka dari pukul 16.00 sampai sehabisnya. Selama waktu itu ia bisa menghabiskan 14 ekor kelinci. Satu kelinci bisa jadi 40 tusuk. Perporsinya harganya Rp 6.000. Bukan cuma sate yang dijual di warung yang berpegawai 5 orang ini. Mereka juga menyediakan sop tulang kelinci dan asem asem. Karena saking banyaknya pembeli dan permintaan, Acil juga membuka cabang di Jl. Kolonel Sunandar. Kelinci yang digunakan Acil langsung dari kelinci yang diternak sendiri. Saya tertarik menjual sate kelinci , kan, karena semula memang beternak kelinci, ucapnya.

Konon daging kelinci bisa menyembuhkan penyakit lever, kuning, dan banyak penyakit lainnya. Buktinya, Ada pembeli yang sekarang jadi pelanggan tetap karena merasa sembuh dari penyakit lever setelah makan sate kelinci buatan Acil.